BAB 1 BILANGAN KUANTUM
BILANGAN KUANTUM
Hipotesis Louis de Broglie dan azas
ketidakpastian dari Heisenberg merupakan dasar dari model Mekanika
Kuantum (Gelombang) yang dikemukakan oleh Erwin Schrodinger
pada tahun1927, mengajukan konsep orbital untuk menyatakan kedudukan
elektron dalam atom. Orbital menyatakan suatu daerah dimana elektron
paling mungkin (peluang terbesar) untuk ditemukan.
Persamaan gelombang (ψ=psi) dari Erwin Schrodinger
menghasilkan tiga bilangan gelombang (bilangan kuantum) untuk
menyatakan kedudukan (tingkat energi, bentuk, serta orientasi) suatu
orbital. Bilangan kuantum adalah suatu value (nilai bilangan) yang
menunjukkan keadaan/kedudukan elektron dalam suatu atom.
Adapun 3 (tiga) bilangan kuantum yang
diusulkan oleh Erwin Schrodinger adalah, yaitu Bilangan Kuantum Utama
(n), Bilangan Kuantum Azimut (l), dan Bilangan Kuantum Magnetik (m)
a. Bilangan Kuantum Utama (n)
Menentukan besarnya tingkat
energi suatu elektron yang mencirikan ukuran orbital (menyatakan tingkat
energi utama atau kulit atom). Bilangan kuantum utama
memiliki harga mulai dari 1, 2, 3, 4,….dst (bilangan bulat positif).
Biasanya dinyatakan dengan lambang, misalnya K(n=1), L(n=2), dst.
Orbital–orbital dengan bilangan kuantum utama berbeda, mempunyai tingkat
energi yang berbeda. Makin besar bilangan kuantum utama, kulit makin
jauh dari inti, dan makin besar pula energinya. Hubungan antara kulit
dengan bilangan kuantum utama digambarkan sebagai berikut :
KULIT | BIL.KUANTUM UTAMA (n) | SUB KULIT |
K
L M N Dst. |
1
2 3 4 … |
1s
2s, 2p 3s, 3p, 3d 4s, 4p, 4d, 4f … |
Menyatakan subkulit tempat elektron berada.
Nilai bilangan kuantum ini menentukan bentuk ruang orbital dan besarnya
momentum sudut elektron. Nilai untuk bilangan kuantum azimuth dikaitkan
dengan bilangan kuantum utama. Bilangan kuantum azimuth mempunyai harga
dari nol sampai (n – 1) untuk setiap n. Setiap subkulit diberi lambang
berdasarkan harga bilangan kuantum l.
l = 0 , lambang s (sharp)
l = 1, lambang p (principal)
l = 2, lambang d (diffuse)
l = 3, lambang f (fundamental)
(Lambang s, p, d, dan f diambil dari nama spektrum yang dihasilkan oleh logam alkali dari Li sampai dengan Cs).
c. Bilangan Kuantum magnetik (m)
Menyatakan orbital khusus mana yang ditempati elektron pada suatu subkulit.
Selain itu juga dapat menyatakan orientasi khusus dari orbital itu
dalam ruang relatif terhadap inti. Nilai bilangan kuantum magnetik
bergantung pada bilangan kuantum azimuth, yaitu bilangan bulat dari –l
sampai +l.
Contoh:
l = 0, maka nilai m = 0 berarti hanya terdapat 1 orbital
l = 1, maka nilai m = –1, 0, +1, berarti terdapat 3 orbital
Hubungan antara l dan harga m digambarkan sebagai berikut :
Harga l | Sub kulit | Harga m | Jumlah orbital |
0
1 2 3 |
s
p d f |
0
-1, 0, +1 -2, -1, 0, +1, +2 -3, -2, -1, 0, +1, +2, +3 |
1
3 5 7 |
d. Bilangan Kuantum Spin (s)
Bilangan kuantum ke-4 ini diusulkan oleh George Uhlenbeck, Samuel Goudsmit Otto Stern, dan Walter Gerlach pada
tahun 1925. Bilangan kuantum spin terlepas dari pengaruh momentum
sudut. Hal ini berarti bilangan kuantum spin tidak berhubungan secara
langsung dengan tiga bilangan kuantum yang lain. Bilangan kuantum spin
bukan merupakan penyelesaian dari persamaan gelombang, tetapi didasarkan
pada pengamatan Otto Stern dan Walter Gerlach
terhadap spektrum yang dilewatkan pada medan magnet, ternyata terdapat
dua spektrum yang terpisah dengan kerapatan yang sama. Terjadinya
pemisahan garis spektrum oleh medan magnet dimungkinkan karena
elektron-elektron tersebut selama mengelilingi inti berputar pada
sumbunya dengan arah yang berbeda. Berdasarkan hal ini diusulkan adanya
bilangan kuantum spin untuk menandai arah putaran (spin) elektron pada
sumbunya.
Bilangan Kuantum Spin menyatakan arah putar elektron terhadap sumbunya sewaktu elektron berputar mengelilingi inti atom. Jadi,
hanya ada dua kemungkinan arah rotasi elektron, yaitu searah jarum jam
dan berlawanan dengan arah jarum jam, maka probabilitas elektron
berputar searah jarum jam adalah ½ dan berlawanan jarum jam 1/2 . Untuk
membedakan arah putarnya maka diberi tanda positif (+½) dinyatakan
dengan arah panah ke atas dan negatif (–½ ) dinyatakan dengan arah panah
ke bawah. Oleh karena itu dapat dimengerti bahwa satu orbital hanya
dapat ditempati maksimum dua elektron.
Langganan:
Entri (Atom)
Bab 2 Konfigurasi Elektron
Konfigurasi Elektron dalam Atom- Konfigurasi elektron dalam atom menggambarkan lokasi semua elektron menurut orbital-orbital yang ditempati. Pengisian elektron dalam orbital-orbital mengikuti aturan-aturan berikut.
1. Prinsip Aufbau
Elektron akan mengisi orbital atom yang tingkat energi relatifnya lebih rendah dahulu baru kemudian mengisi orbital atom yang tingkat energinya lebih tinggi.
Elektron akan mengisi orbital atom yang tingkat energi relatifnya lebih rendah dahulu baru kemudian mengisi orbital atom yang tingkat energinya lebih tinggi.
Untuk memberikan gambaran yang jelas
bagaimana susunan tingkat energi itu, serta cara penamaannya, dapat
dilihat pada bagan di bawah ini.
Untuk memudahkan urutan pengisian tingkat-tingkat energi orbital atom diperlukan bagan berikut.
Bagan 1.1 Urutan pengisian elektron pada orbital-orbital suatu atom
Urutan tingkat energi orbital dari yang paling rendah sebagai berikut.
1s → 2s→2p → 3s → 3p → 4s → 3d → 4p →5s dan seterusnya
1s → 2s→2p → 3s → 3p → 4s → 3d → 4p →5s dan seterusnya
2. Aturan Hund
Pada pengisian orbital-orbital yang setingkat, elektron-elektron tidak membentuk pasangan lebih dahulu sebelum masing-masing orbital setingkat terisi sebuah elektron dengan arah spin yang sama.
Pada pengisian orbital-orbital yang setingkat, elektron-elektron tidak membentuk pasangan lebih dahulu sebelum masing-masing orbital setingkat terisi sebuah elektron dengan arah spin yang sama.
Untuk mempermudah penggambaran maka
orbital dapat digambarkan sebagai segi empat sedang kedua elektron yang
berputar melalui sumbu dengan arah yang berlawanan digambarkan sebagai 2
anak panah dengan arah yang berlawanan, + ½ (searah dengan arah
putaran jarum jam) digambarkan anak panah ke atas (↑), – ½ (berlawanan
dengan arah putaran jarum jam) digambarkan anak panah ke bawah (↓).
Untuk elektron tunggal pada orbital s tidak masalah + ½ (↑) atau – ½ (↓), tetapi jika orbital s tersebut terisi 2 elektron, maka bilangan kuantum spinnya harus + ½ dan – ½ (↑↓).
Demikian pula untuk pengisian orbital p (l = 1), elektron pertama dapat menempati orbital px, py, atau pz. Sebab ketiga orbital p tersebut mempunyai tingkat energi yang sama.
Untuk elektron tunggal pada orbital s tidak masalah + ½ (↑) atau – ½ (↓), tetapi jika orbital s tersebut terisi 2 elektron, maka bilangan kuantum spinnya harus + ½ dan – ½ (↑↓).
Demikian pula untuk pengisian orbital p (l = 1), elektron pertama dapat menempati orbital px, py, atau pz. Sebab ketiga orbital p tersebut mempunyai tingkat energi yang sama.
- orbital s dengan elektronnya digambar |↑↓|
- orbital p dengan elektronnya digambar |↑↓| |↑↓| |↑↓|
- orbital d dengan elektronnya digambar |↑↓| |↑↓| |↑↓| |↑↓| |↑↓|
Perjanjian:
Pada pengisian elektron dalam orbital, elektron pertama yang mengisi suatu orbital ialah elektron yang mempunyai harga spin + ½ dan elektron yang kedua mempunyai harga spin – ½. Berdasarkan pada tiga aturan di atas, maka kita dapat menentukan nilai keempat bilangan kuantum dari setiap elektron dalam konfigurasi elektron suatu atom unsur seperti pada tabel berikut ini.
Pada pengisian elektron dalam orbital, elektron pertama yang mengisi suatu orbital ialah elektron yang mempunyai harga spin + ½ dan elektron yang kedua mempunyai harga spin – ½. Berdasarkan pada tiga aturan di atas, maka kita dapat menentukan nilai keempat bilangan kuantum dari setiap elektron dalam konfigurasi elektron suatu atom unsur seperti pada tabel berikut ini.
Elektron ke-
|
Orbital yang ditempati
|
Konfigurasi elektron terakhir
|
Nilai
|
keterangan
|
|||
n
|
l
|
m
|
s
|
Aturan Hund
|
|||
1
|
1s
|
1s1
|
1
|
0
|
0
|
+ ½
|
|
2
|
1s
|
1s2
|
1
|
0
|
0
|
- ½
|
|
3
|
2s
|
2s1
|
2
|
0
|
0
|
+ ½
|
|
4
|
2s
|
2s2
|
2
|
0
|
0
|
- ½
|
|
5
|
2p
|
2p1
|
2
|
1
|
-1
|
+ ½
|
|
6
|
2p
|
2p2
|
2
|
1
|
0
|
- ½
|
|
7
|
2p
|
2p3
|
2
|
1
|
+1
|
+ ½
|
|
8
|
2p
|
2p4
|
2
|
1
|
-1
|
- ½
|
|
9
|
2p
|
2p5
|
2
|
1
|
0
|
+ ½
|
|
10
|
2p
|
2p6
|
2
|
1
|
+1
|
- ½
|
Sumber: Brady, General Chemistry Principle and Structure
Orbital penuh dan setengah penuh
Konfigurasi elektron suatu unsur harus menggambarkan sifat suatu unsur. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa sifat unsur lebih stabil apabila orbital dalam suatu atom unsur terisi elektron tepat ½ penuh atau tepat penuh, terutama orbital-orbital d dan f (5 elektron atau 10 elektron untuk orbital-orbital d dan 7 elektron atau 14 elektron untuk orbital-orbital f). Apabila elektron pada orbital d dan f terisi elektron 1 kurangnya dari setengah penuh/penuh, maka orbital d/f tersebut harus diisi tepat ½ penuh/tepat penuh. Satu elektron penggenapnya diambil dari orbital s yang terdekat.
Konfigurasi elektron suatu unsur harus menggambarkan sifat suatu unsur. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa sifat unsur lebih stabil apabila orbital dalam suatu atom unsur terisi elektron tepat ½ penuh atau tepat penuh, terutama orbital-orbital d dan f (5 elektron atau 10 elektron untuk orbital-orbital d dan 7 elektron atau 14 elektron untuk orbital-orbital f). Apabila elektron pada orbital d dan f terisi elektron 1 kurangnya dari setengah penuh/penuh, maka orbital d/f tersebut harus diisi tepat ½ penuh/tepat penuh. Satu elektron penggenapnya diambil dari orbital s yang terdekat.
Contoh:
Konfigurasi elektron:
24Cr: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d5
bukan: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d4
Begitu pula konfigurasi elektron:
29Cu adalah 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d10
bukan: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d9
Konfigurasi elektron:
24Cr: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d5
bukan: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d4
Begitu pula konfigurasi elektron:
29Cu adalah 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d10
bukan: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d9
Konfigurasi elektron ion positif dan ion negatif
Misalnya konfigurasi elektron ion K+ dan ion Cl–
19K: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6
Bila atom K melepaskan 1 elektron maka terjadi ion K+ yang mempunyai jumlah proton 19 dan elektron 19 – 1 = 18
Konfigurasi elektron ion K+: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6
17Cl: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p5
Bila atom Cl menerima 1 elektron maka terjadi ion Cl– yang mempunyai jumlah proton 17 dan elektron 17 + 1 = 18
Konfigurasi elektron ion Cl–: 1s2 2s2 2p6 3s2 2p5
Konfigurasi elektron ion K+ = ion Cl– = atom Ar, peristiwa semacam ini disebut isoelektronis. Konfigurasi elektron yang tereksitasi Konfigurasi elektron yang telah dibicarakan di atas adalah konfigurasi elektron dalam keadaan tingkat dasar. Konfigurasi elektron yang tereksitasi adalah adanya elektron yang menempati orbital yang tingkat energinya lebih tinggi.
3. Larangan PauliMisalnya konfigurasi elektron ion K+ dan ion Cl–
19K: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6
Bila atom K melepaskan 1 elektron maka terjadi ion K+ yang mempunyai jumlah proton 19 dan elektron 19 – 1 = 18
Konfigurasi elektron ion K+: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6
17Cl: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p5
Bila atom Cl menerima 1 elektron maka terjadi ion Cl– yang mempunyai jumlah proton 17 dan elektron 17 + 1 = 18
Konfigurasi elektron ion Cl–: 1s2 2s2 2p6 3s2 2p5
Konfigurasi elektron ion K+ = ion Cl– = atom Ar, peristiwa semacam ini disebut isoelektronis. Konfigurasi elektron yang tereksitasi Konfigurasi elektron yang telah dibicarakan di atas adalah konfigurasi elektron dalam keadaan tingkat dasar. Konfigurasi elektron yang tereksitasi adalah adanya elektron yang menempati orbital yang tingkat energinya lebih tinggi.
Menurut prinsip ini dalam suatu atom tidak boleh ada 2 elektron yang mempunyai keempat bilangan kuantum yang sama harganya, jika 3 bilangan kuantum sudah sama, maka bilangan kuantum yang keempat harus berbeda.
Contoh:
Elektron pertama dalam suatu atom akan menempati orbital 1s, ini berarti elektron kesatu mempunyai harga n = 1, l = 0, m = 0, dan s = + ½.
Elektron kedua juga menempati orbital 1s, elektron kedua mempunyai harga n = 1, l = 0, m = 0, dan s = – ½ . Ternyata elektron ke-1 dan ke-2 mempunyai harga n, l, dan m yang sama, tapi harga s-nya berbeda. Elektron ke-3 tidak dapat menempati orbital1s lagi, sebab jika elektron ke-3 menempati orbital 1s, maka harga n, l, m, dan s elektron ke-3 akan sama dengan elektron ke-1 atau elektron ke-2.
Dengan menggunakan prinsip eksklusi Pauli dan ketentuan harga m dan l yang diperbolehkan untuk setiap harga n dapat disusun berbagai kombinasi 4 bilangan kuantum pada setiap kuantum grup sebagai berikut.
Elektron pertama dalam suatu atom akan menempati orbital 1s, ini berarti elektron kesatu mempunyai harga n = 1, l = 0, m = 0, dan s = + ½.
Elektron kedua juga menempati orbital 1s, elektron kedua mempunyai harga n = 1, l = 0, m = 0, dan s = – ½ . Ternyata elektron ke-1 dan ke-2 mempunyai harga n, l, dan m yang sama, tapi harga s-nya berbeda. Elektron ke-3 tidak dapat menempati orbital1s lagi, sebab jika elektron ke-3 menempati orbital 1s, maka harga n, l, m, dan s elektron ke-3 akan sama dengan elektron ke-1 atau elektron ke-2.
Dengan menggunakan prinsip eksklusi Pauli dan ketentuan harga m dan l yang diperbolehkan untuk setiap harga n dapat disusun berbagai kombinasi 4 bilangan kuantum pada setiap kuantum grup sebagai berikut.
Bilangan kuantum
utama (n)
|
Orbital
|
Bilangan kuantum
|
Notasi
orbital
|
Jumlah elektron
|
||
l
|
m
|
s
|
||||
n = 1
(kulit K)
|
S
|
0
|
0
|
+ ½
|
1s
|
2
|
0
|
0
|
- ½
|
||||
n = 2
(kulit L)
|
S
|
0
|
0
|
+ ½
|
2s
|
2
|
0
|
0
|
- ½
|
||||
p
|
1
|
-1
|
+ ½
|
2p
|
6
|
|
p
|
1
|
-1
|
- ½
|
|||
p
|
1
|
0
|
+ ½
|
|||
p
|
1
|
0
|
- ½
|
|||
p
|
1
|
+1
|
+ ½
|
|||
p
|
1
|
+1
|
- ½
|
Sumber: Brady, General Chemistry Principle and Structure
Kesimpulan:Sesuai dengan prinsip eksklusi Pauli ini dapat disimpulkan bahwa dalam tiap orbital hanya dapat terisi 2 buah elektron.
Definisi Termokimia
Definisi Termokimia
Termokimia dapat didefinisikan sebagai bagian ilmu kimia yang mempelajari dinamika atau perubahan reaksi kimia dengan mengamati panas/termal nya saja. Salah satu terapan ilmu ini dalam kehidupan sehari-hari ialah reaksi kimia dalam tubuh kita dimana produksi dari energi-energi yang dibutuhkan atau dikeluarkan untuk semua tugas yang kita lakukan. Pembakaran dari bahan bakar seperti minyak dan batu bara dipakai untuk pembangkit listrik. Bensin yang dibakar dalam mesin mobil akan menghasilkan kekuatan yang menyebabkan mobil berjalan. Bila kita mempunyai kompor gas berarti kita membakar gas metan (komponen utama dari gas alam) yang menghasilkan panas untuk memasak. Dan melalui urutan reaksi yang disebut metabolisme, makanan yang dimakan akan menghasilkan energi yang kita perlukan untuk tubuh agar berfungsi.Hampir semua reaksi kimia selalu ada energi yang diambil atau dikeluarkan. Mari kita periksa terjadinya hal ini dan bagaimana kita mengetahui adanya perubahan energi.
Kebanyakan reaksi kimia tidaklah tertutup dari dunia luar. Bila campuran reaksi menjadi panas seperti digambarkan dibawah, panas dapat mengalir ke sekelilingnya. Setiap perubahan yang dapat melepaskan energi ke sekelilingnya seperti ini disebut perubahan eksoterm. Perhatikan bahwa bila terjadi reaksi eksoterm, temperatur dari campuran reaksi akan naik dan energi potensial dari zat-zat kimia yang bersangkutan akan turun.
Kadang-kadang perubahan kimia terjadi dimana ada kenaikan energi potensial dari zat-zat bersangkutan. Bila hal ini terjadi, maka energi kinetiknya akan turun sehingga temperaturnya juga turun. Bila sistem tidak tertutup di sekelilingnya, panas dapat mengalir ke campuran reaksi dan perubahannya disebut perubahan endoterm. Perhatikan bahwa bila terjadi suatu reaksi endoterm, temperatur dari campuran reaksi akan turun dan energi potensial dari zat-zat yang ikut dalam reaksi akan naik.
Pengukuran Energi Dalam Reaksi Kimia
Satuan internasional standar untuk energi yaitu Joule (J) diturunkan dari energi kinetik. Satu joule = 1 kgm2/s2. Setara dengan jumlah energi yang dipunyai suatu benda dengan massa 2 kg dan kecepatan 1 m/detik (bila dalam satuan Inggris, benda dengan massa 4,4 lb dan kecepatan 197 ft/menit atau 2,2 mile/jam).1 J = 1 kg m2/s2
Satuan energi yang lebih kecil yang dipakai dalam fisika disebut erg yang harganya = 1×10-7 J. Dalam mengacu pada energi yang terlibat dalam reaksi antara pereaksi dengan ukuran molekul biasanya digantikan satuan yang lebih besar yaitu kilojoule (kJ). Satu kilojoule = 1000 joule (1 kJ = 1000J).
Semua bentuk energi dapat diubah keseluruhannya ke panas dan bila seorang ahli kimia mengukur energi, biasanya dalam bentuk kalor. Cara yang biasa digunakan untuk menyatakan panas disebut kalori (singkatan kal). Definisinya berasal dari pengaruh panas pada suhu benda. Mula-mula kalori didefinisikan sebagai jumlah panas yang diperlukan untuk menaikkan temperatur 1 gram air dengan suhu asal 150C sebesar 10C. Kilokalori (kkal) seperti juga kilojoule merupakan satuan yang lebih sesuai untuk menyatakan perubahan energi dalam reaksi kimia. Satuan kilokalori juga digunakan untuk menyatakan energi yang terdapat dalam makanan.
Dengan diterimanya SI, sekarang juga joule (atau kilojoule) lebih disukai dan kalori didefinisi ulang dalam satuan SI. Sekarang kalori dan kilokalori didefinisikan secara eksak sebagai berikut :
1 kal = 4,184 J
1 kkal = 4,184 kJ
LAJU REAKSI (MATERI KIMIA KELAS XI IPA)
(Bahan Ujian Semester Bagi Kelas XI IPA)
Persamaan Reaksi dapat dituliskan sebagai berikut :
aA + bB ---> cC + dD
dimana a, b, c, dan d adalah koefisien, A dan B adalah Reaktan (pereaksi) serta C dan D adalah Produk (hasil reaksi)
Saat reaksi berlangsung, jumlah A dan B semakin lama semakin berkurang,s ebaliknya jumlah C dan D akan semakin bertambah
MOLARITAS
Molaritas atau kemolaran merupakan satuan kepekatan atau konsentrasi dari suatu larutan. Molaritas didefinisikan sebagai banyaknya mol zat terlarut dalam satu liter larutan, yang dirumuskan sebagai :
M = mol/L atau M=mmol/mLAdakalanya molaritas ditentukan melalui pengenceran dari suatu larutan. Pengenceran menyebabkan volume dan kemolaran larutan berubah tetapi jumlah mol zat terlarut tidak berubah. Oleh karena jumlah molnya tetap, maka
n1=n2 atau V1.M1=V2.M2
dalam bidang industri untuk mengetahi molaritasnya harus diketahui volume larutan pekatnya (larutan primer). Caranya dengan menentukan molaritas dari alrutan pekat yangdikatahui kadar dan massa jenisnya. Kemolaran tersebut dapat dicari dengan rumus:
p x 10 x % massa
M = ------------------------ mol.L-1
Mr
Dimana = M adalah Molaritas, r = massa jenis, % massa = kadar, Mr = massa molekul relatif
LAJU REAKSI
Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi reaktan atau produk tiap satuan waktu, yang dituliskan sebagai berikut :
Perubahan konsentarasi
Laju = -----------------------------
Periode waktu reaksi
Selama reaksi berlangsung, konsentrasi pereaksi berkurang, sedangkan konsentrasi produk bertambah.
Jika A --> B maka untuk
d[A] d[B] d[C]
Laju A = - ------- dan Laju B = + ------ sehingga V = ---------,
dt dt dt
Dimana : d[C] = perubahan konsentrasi, V = laju reaksi, dan dt = perubahan waktu
Untuk reaksi yang lebi kompleks, misal 2A --> B, maka laju reaksi berkurangnya A adalah 2 kali lebih cepat dari laju pembentukan B, sehingga penulisan laju reaksi menjadi
1 d[A] d[B]
Laju A = - -- ------- dan Laju B = + ------
2 dt dt
Atau melihat kecenderungan koefisien yang terlibat
PERSAMAAN LAJU REAKSI
INGAT : Laju reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi, bukan konsentrasi hasil reaksi.
GULBERG dan WAAGE menuturkan : “Laju reaksi dalam sistem pada suatu temperatur tertentu berbanding lurus dengan konsentrasi zat yang bereaksi, setelah tiap-tiap konsentrasi dipangkatkan dengan koefisiennya dalam persamaan reaksi yang bersangkutan.”
Misalnya pada reaksi :
mA + nB ---> pC + qDmaka Laju Reaksi menurut reaksi di atas adalah :
V = k [A]m [B]n
m dan n merupakan pangkat atau menunjukkan orde reaksi, jika dijumlahkan maka akan menjadi orde reaksi total.
Orde reaksi memunkinkan kita mengetahui kebergantungan reaksi terhadap reaktan. Pada reaksi yang berlangsung bertahap, orde reaksi ditentukan oleh tahapan reaksi yang paling lambat
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHILAJU REAKSI
1. KonsentrasiSemakin besar konsentrasi pereaksi yang direaksikan akan semakin besar pula laju reaksinya
2. SuhuSemakin tinggi suhu akan semakin mempercepat terjadinya reaksi. Hal ini terjadi karena dengan bertambahnya suhu maka energi kinetik pada partikel reaktan semakin besar.
Dalam praktiknya setiap kenaikan suhu 10oC, maka laju reaksi akan naik 2 kali lebih besar, yang dirumuskan sebagai :
Vt = (dV)dt/10.Vo atau Vt = (2)dt/10.Vo
dt = t2 – t1
3. KatalisKatalis adalah zat yang dapat mempercepat laju reaksi, tetapi tidak mengalami perubahan kimia secara permanen. Katalis dibedakan atas 2, yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. (bergantung fasa zat)
4. Luas PermukaanPada sistem heterogen sangat bergantung pada luas permukaan antara fasa. Reaksi antara padatan dan cairan atau padatan dengan gas akan lebih cepat jika luas permukaan bidang sentuh zat padat diperbanyak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar